Timsusnews.com, Jakarta Timur. – Fungsi negara sejatinya menjalankan kekuasaan untuk mengatur pengelolaan birokrasi yang dapat dipertanggung jawabkan agar tercapai tujuan masyarakat adil, makmur dan sejahtera, serta menertibkan gejala – gejala kekuasaan dalam masyarakat agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Dalam artikel yang ditulis langsung Dr. Appe., SH.,MH. Advokat sekaligus Kaprodi FH Universitas Mpu Tantular, Pada Senin (13/10/2025)
Demikian pula negara Indonesia sebagai suatu bentuk negara hukum (rechtsstaat) yang menjamin hak asasi manusia (human rights) dalam suasana demokrasi menghendaki agar pengelolaan pemerintahan harus berada di bawah kendali supremasi hukum (supremacy of the law) dimana hakekat keadilan dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa diskriminatif.
Tugas negara bukan hanya sekedar menjaga ketertiban tetapi juga mengupayakan agar setiap anggota masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara adil dan merata melalui program pembangunan yang berkelanjutan, berdayaguna dan tepat sasaran terutama dalam hal pengentasan kemiskinan melalui penciptaan lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk berusaha. Pada kenyataannya Pemerintah Indonesia terlalu terpaku dengan tujuan dan usaha memperbesar pendapatan negara dengan cara – cara yang tidak humanistik demi menopang lumbung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi sebaliknya mengabaikan kepentingan dan hak hidup anggota masyarakat Indonesia sebagai hak konstitusional yang dijamin oleh Undang – Undang Dasar 1945.
Orientasi pembangunan selama ini hanya ditujukan pada “pembangunan infrastruktur” yang terkesan terlalu dipaksakan, akan tetapi pada aspek lain membiarkan kesejahteraan rakyat termasuk buruh (tenaga kerja) dan hak – hak kelompok masyarakat tertentu dimarginalisasi bahkan diamputasi. Pembangunan infrastruktur sama sekali tidak akan bermanfaat apabila hasilnya berbanding terbalik dengan tujuan “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” serta upaya “memajukan kesejahteraan umum”.
Kewenangan melaksanakan pembangunan infrastruktur seperti penyelenggaraan pembangunan jalan menjadi tanggung jawab Pemerintah sebagai konsekwensi logis moral responsibility dan tanggung jawab konstitusional secara ex officio, akan tetapi penyelenggaraan wewenang Pemerintah tersebut tidak boleh mengesampingkan apalagi menghilangkan hak – hak mendasar rakyat Indonesia yang dijamin oleh Undang – Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Pengelolaan anggaran atau dana pembangunan nasional yang diperoleh dari pendapatan atau penerimaan negara dan daerah maupun dari pinjaman atau hibah luar negeri harus dipergunakan semata – mata untuk kemakmuran rakyat.
Berkaitan dengan anggaran atau dana hibah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat maka pertanggungjawaban dana hibah dan Bantuan Sosial (BANSOS) harus jelas dan transparan sebagai mekanisme dari public accountability. Oleh karena itu, di dalam upaya pelaksanaan pengelolaan dana hibah dan BANSOS harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian, sehingga dalam konteks penggunaan dana hibah dan BANSOS maka penarapannya harus clear dan tidak terkontaminasi dari kepentingan politik (political interest).
Dalam konteks wacana demikian, maka peranan elemen – elemen masyarakat sangat penting dan diperlukan untuk melakukan social control dalam rangka upaya antisipasi terjadinya potensi penyalahgunaan Dana Hibah dan Bansos yang tidak tepat sasaran dan kepentingan – kepentingan politik yang dibungkus dengan pembangunan infrastruktur sebagai bentuk pencitraan apalagi dikemas menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang semakin menimbulkan persepsi negatif karena adanya nuansa untuk melindungi posisi kelompok kepentingan (interest group).
Artikel ini di tulis langsung oleh Dr. Appe Hutauruk, SH.,MH.
(Advokat dan Kaprodi FH Universitas Mpu Tantular)
(Boy H)