Timsusnews.com. Kota Bekasi. – Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya menggelar acara dialog publik dan diskusi media dengan tema “Transparansi Pengelolaan CSR di Kota Bekasi” Sub Tema “Sinergi Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat” di Gedung Biru PWI Bekasi Raya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Kamis (9/10/2025).
Diskusi dan dialog yang sedianya dihadiri Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Junaedi sebagai narasumber, ternyata tidak bisa menghadiri kegiatan.
Kegiatan ini hanya dihadiri Ketua DPRD Kota Bekasi, Sardi Efendi, Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bappelitbangda), Dicky Irawan mewakili Wali Kota Bekasi. Saut Hutajulu mewakili Asda II, dan Ketua Umum Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Burhanudin Abdulah.
Acara dibuka tepat pukul 09.00 WIB yang diawali dengan kata sambutan Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin. Di depan ratusan awak media, Ade Muksin menyampaikan topik diskusi tentang pengelolan CSR.
Menurut Ade Muksin, transparansi pengelolaan dana CSR sangat penting, mengingat dana CSR diperuntukan bagi kepentingan masyarakat banyak. Transparansi ini penting agar tidak ada pertanyaan di masyarakat.
Ketua DPRD Kota Bekasi, Sardi Efendi selaku narasumber, menyampaikan mekanisme tentang pengelolaan CSR yang diatur dalam UU No. 40/2007 yang turunannya telah dibentuk Perda Kota Bekasi No.6/2015 dan dirubah kembali dengan Perda No.12/2019.
Namun menurut Sardi, hingga sampai saat ini lembaga yang bertanggung-jawab untuk mengelola CSR tersebut belum terbentuk. Sehingga dengan terobosan yang dilakukan PWI lewat dialog publik ini, Pemerintah Kota Bekasi bisa segera membentuk Panitia Seleksi (Pansel) pembentukan lembaga.
Ketua Bappelitbangda Kota Bekasi, Dicky Irawan mengatakan bahwa diskusi ini sebetulnya lebih tepat disebut optimalisasi ketimbang transparansi. Karena ketika disebut transparansi, seolah-olah ada yang abu-abu, faktanya sangat jelas namun perlu dioptimalkan.
Menurut Dicky, CSR adalah etika bisnis yang bersifat wajib yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai bentuk. Misalnya bea siswa terhadap karyawan, penanaman pohon di lingkungan perusahaan, atau bentuk lain yang diatur dalam ketentuan CSR tersebut.
Dicky mengatakan bahwa harus ada lembaga untuk mengelola CSR, namun di Kota Bekasi belum terbentuk yang namanya PTJSL (pengelola CSR). Dan Perda No.12/2019 tidak mengatur besaran CSR dari perusahaan. Lalu kata dia, bagaimana membentuk lembaga jika nilai nominal CSR tidak ditentukan, sehingga perlu dioptimalkan.
Saut Hutajulu mewakili Asda II dalam paparannya mengatakan, Peraturan Daerah (Perda) tentang CSR tersebut perlu disempurnakan. Berdasarkan perda tersebut kata dia, untuk membentuk Lembaga PTJSL juga harus melalui Paripurna DPRD.
Sementara itu, Ketua Umum Lembaga Anti Korusi Indonesia (LAKI) Burhanudin Abdulah dengan tegas mengkritik Pemerintah dan DPRD Kota Bekasi. Menurutnya, penbentukan Perda pasti melalui hasil kajian pemerintah Kota Bekasi bersama-sama dengan DPRD, dan tentu juga menghabiskan anggaran.
“Untuk apa dibentuk Perda kalau tidak dilaksanakan. Jika Perda mensyaratkan harus ada Lembaga pengelola CSR tersebut, mengapa tidak dibentuk. Sayang Ketua DPRD sudah keduluan meninggalkan acara, kalau tidak pasti saya centil dia,” kata Burhanudin.
Perhelatan dialog publik ini memang cukup dinanti para stakeholder di Kota Bekasi, terutama LSM dan wartawan. Karena menurut kajian para stakeholder tersebut, dengan jumlah kurang lebih ribuan perusahaan yang semestinya berkontribusi terhadap pembangunan melalui CSR, namun selama ini tidak jelas juntrungannya.
Rusdianingsih