

TimsusNews.com. Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, – Pemerintah Kabupaten Bekasi di bawah kepemimpinan Bupati Ade Kuswara Kunang mulai melakukan penertiban dan pembongkaran bangunan liar (bangli) di sejumlah wilayah, terutama di bantaran sungai. Langkah ini diklaim sebagai bagian dari upaya normalisasi dan penataan ruang wilayah.
Namun kebijakan ini menuai polemik, terutama dari kalangan DPRD Kabupaten Bekasi, karena dinilai rawan menimbulkan kecemburuan sosial. Penertiban dinilai hanya menyasar warga kecil, sementara bangli milik pengusaha besar, seperti pengusaha limbah, belum tersentuh.
Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi, Saeful Islam, mendukung penertiban tersebut, namun menekankan pentingnya keadilan dalam pelaksanaannya.
“Kami mendukung penertiban karena bangli memang menghambat aliran sungai. Tapi jangan hanya rakyat kecil yang digusur. Bangli milik pengusaha besar juga harus ditertibkan,” kata Saeful Islam kepada para Awak Media, Rabu (30/4).
Saeful juga menyoroti julukan “Raja Bangli” yang kini melekat pada Bupati Ade. Menurutnya, julukan tersebut bisa menjadi simbol positif jika dibarengi dengan komitmen nyata dalam penataan ruang secara menyeluruh dan adil.
“Kalau memang betul Bupati ini Raja Penertiban Bangli, ayo kita dukung. Tapi harus adil. Jangan sampai rakyat kecil yang digusur, sementara pengusaha besar dibiarkan,” tegasnya.
Selain itu, Politisi PKS itu juga mengkritisi belum adanya kejelasan pasca-penertiban. DPRD, kata dia, belum menerima penjelasan resmi dari Pemkab Bekasi soal anggaran ataupun rencana pemanfaatan lahan eks-bangli.
“Bangli udah diratain, mau diapain? Mau dijadikan taman? Belum ada pembicaraan. Mungkin nanti saat perubahan anggaran baru dibahas,” ujarnya.
Ia menyebut, penertiban ini tidak tercantum dalam program 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati, meski kemungkinan besar menjadi bagian dari turunan visi-misi yang akan dituangkan dalam RPJMD.
Lebih lanjut, Saeful mengingatkan pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dalam kebijakan ini. Ia menegaskan, warga terdampak perlu mendapat perhatian agar tidak semakin termarjinalkan.
“Warga kecil yang digusur bisa makin miskin dan menimbulkan kemiskinan ekstrem. Harus ada jaring pengaman sosial atau penampungan sementara. Jangan asal gusur tanpa solusi,” ucapnya.
Ia berharap kebijakan ini bukan sekadar gebrakan jangka pendek, melainkan menjadi program berkelanjutan yang masuk dalam perencanaan pembangunan daerah.
“Kalau ini dianggap langkah baik, mari kita dukung. Tapi harus dirancang dalam program jangka panjang supaya masyarakat tahu arah kebijakan ini,” tandasnya.
Penertiban Bangunan Liar harus nya dikonsep dengan matang, serta harus mengedepankan Hak Asasi Manusia, dengan memanggil, berdiskusi kepada pemilik bangunan serta mencari solusi, setelah dibongkar dimana mereka bisa berjualan serta tinggal sementara. Tutup Saeful.
(Boy Hutasoit)
